WFH dan Ancaman The Lost Productive Generation

Pandemi yang telah berlangsung hampir dua tahun ini, pada beberapa hal telah menghasilkan budaya baru (sering disebut new normal ) di masyarakat. Budaya seperti menggunakan masker jika keluar rumah, sering mencuci tangan, menjaga jarak ketika bertemu orang lain dan kebiasaan baru lainnya, mulai banyak dilakukan oleh masyarakat. Pandemi memang telah menuntut semua pihak untuk berperan aktif agar kita semua bisa segera melewati peristiwa dengan kemenangan.

Dalam proses adaptasi selama wabah terjadi, salah satu regulasi yang cukup kencang ditekankan adalah membatasi kerumunan, terutama pada area-area yang menjadi kegiatan vital masyarakat seperti tempat belanja dan berjualan serta tempat kerja seperti perkantoran. Pada ruang-ruang ini kemudian pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan kehadiran dalam ruangan, mulai dari dua puluh lima persen sampai lima puluh persen. Dampaknya jelas bahwa sebagian dari para pekerja itu kemudian melaksanakan pekerjaannya tidak lagi dari kantor, melainkan dari rumah.

Dengan kebijakan ini, tentu semua pihak perlu melakukan adaptasi dan juga mengembangkan ragam metode baru dalam meresponsnya. Di aras sektor pendidikan misalnya, saat ini berbagai pihak maupun para pakar pendidikan merancang dan merumuskan metode-metode yang lebih tepat untuk melakukan PJJ (pembelajaran jarak jauh) sekaligus untuk menghadapi potensi lost learning generations. Di perkantoran muncul ragam aplikasi untuk mempermudah ragam pelayanan maupun penunjang kegiatan lainnya, sehingga meski bekerja dari rumah, efektifitasnya tetap bisa diharapkan sama dengan model konvensional.

Namun demikian, ada yang tidak disadari bahwa setiap kebijakan tidak selalu positif seratus persen. Artikel sederhana ini ingin menjelaskan bahwa ada potensi negatif yang hadir seiring dengan kebijakan di atas, yang jika tidak segera direspons, bisa menjadi ancaman serius. Ancaman tersebut hadir terutama pada entitas masyarakat yang secara permanen masuk pada sektor yang dibutuhkan masyarakat luas. Sebab sektor ini berbeda dengan sektor seperti pariwisata yang kemudian memilih gulung tikar, tetapi harus tetap berjalan, seperti pendidikan dan kesehatan.

Adapun regulasi yang disebutkan mengancam tersebut adalah kebijakan WFH atau work form home atau bekerja dari rumah. Secara kebijakan, WFH adalah terobosan kebudayaan dalam sistem dan budaya bekerja selama ini. Dengan WFH, kita meminimalisasi kerumunan dan interaksi fisik, yang tentu sangat berisiko terpapar. Sehingga dengan WFH risiko terpapat tersebut bisa berkurang.

Lalu, mengapa WFH justru memiliki dampak sampingan yang tidak kalah mengancam, dan apakah ancaman tersebut?

Ketika kebijakan WFH diberlakukan kepada sebagian sektor yang terkena dampak maka banyak kantor yang memilih untuk mempekerjakan para pegawainya di rumah. Kebijakan ini di awal-awal, seperti biasa, menghasilkan pro dan kontra. Misalnya ketidak efektifan tata kelola pekerjaan, metode, sarana pendukung dan sebagainya. Namun seiring dengan berjalannya waktu, banyak institusi yang kemudian meng-upgrade ragam kapasitasnya sehingga bisa merespons kebijakan itu dengan upaya yang optimal.

Setelah melewati satu tahun wabah, WFH kemudian telah menjadi biasa. Banyak orang sekarang justru mulai beradaptasi dengan serius. Meja dan ruang kerja dibuat sangat serius. Ada yang sudah mengadaptasi green screen, tata cahaya, gawai dan gadget yang mumpuni, serta ruangan yang nyaman. Hal ini semata-mata dilakukan untuk mengubah suasana agar tetap nyaman dan produktif. Sebab jam kantor WFH jelas tidak berbeda dengan jam kantor biasa. Bahkan kadang-kadang bisa lebih lama. Misalnya, jika di era kantor konvensional kegiatan akan terbatasi jam kerja (office hour), saat ini kadang kegiatan dilanjutkan sampai malam, sampai beres.

Salah satu upaya menyamankan suasana dan produktivitas kerja adalah menghadirkan ragam makanan dan atau camilan. Ruang kerja yang dekat dengan ruang makan serta makanan yang selalu tersedia dan mudah dalam jangkauan, menyebabkan suasana WFH memang berbeda signifikan daripada di kantor konvensional. Akibatnya, banyak dari mereka yang melakukan WFH merasakan kenaikan bobot tubuh yang signifikan selama mereka menerapkan WFH ini.

Bobot tubuh yang meningkat tajam ini, dalam jangka panjang tentu merupakan ancaman bagi kesehatan pelaku WFH, maupun institusi tempat pelaku bekerja. Sebab kita tahu ada batas ideal antara tinggi badan, usia dan bobot tubuh. Jika semua tidak seimbang maka subyek pelaku akan terancam kesehatannya. Jika kesehatan mereka akhirnya terganggu maka bisa dipastikan pekerjaannya pun akan terbengkalai dan bahkan sumber daya ekonomi atau keuangannya pun akan terganggu.

The Lost Productive Generations

Mari bayangkan jika dalam situasi ini, kesadaran untuk menjaga asupan makanan yang bergizi dan dibatasi untuk diabaikan, dalam tiga atau lima tahun lagi, akan banyak kantor atau perusahaan yang kehilangan pekerjanya. Kita terancam di mana para pekerja produktif itu menjadi tidak produktif lagi karena kesehatannya tidak berkelanjutan. Inilah yang bisa kita sebut sebagai the lost productive generation . Meski ada, misalnya, yang diasuransikan namun itu bukan berarti masalah kehilangan pekerja produktif terselesaikan. Sebab inti dari permasalahan bukan pada hilir namun pada hulu-nya.

Di sinilah kita semua perlu mengevaluasi ulang secara lebih mendalam mengenai kebijakan WFH itu sebelum semuanya terlambat. Misalnya semua yang melakukan WFH wajib melakukan aktivitas pembatasan camilan, bergerak setiap berapa jam untuk perenggangan otot yang itu terpantau secara daring dan autonomos. Di era 4.0 ini, untuk mengawasi hal-hal seperti yang disebutkan di atas bukan merupakan hal sulit. Kantor atau perusahaan memang harus melakukan investasi untuk membuat produk tersebut. Namun bisa dipastikan bahwa meski investasinya tidak kecil, tetapi paling tidak ruang-ruang produktif itu tidak menghadapi masalah the lost productive generation.

Dr. Tantan Hermansah, pengampu MK Sosiologi Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, dan Anggota Komisi Infokom MUI Pusat

Kamis, 21 Oktober 2021 13:45 WIB, Selengkapnya:

https://rm.id/baca-berita/nasional/96176/wfh-dan-ancaman-the-lost-productive-generation

Tinggalkan Balasan