Hubungan Antara Sempak, Kabel Dan Kota

Aksi cerdas para mahasiswa dan juga masyarakat di daerah Tangerang Selatan yang melakukan demonstrasi satir dengan cara menjadikan kabel-kabel telepon dan internet sebagai jemuran, sebetulnya sedang menyindir kita semua –terutama mereka yang memiliki kewenangan dan kekuasaan untuk mengatur tata kelola kabel-kabel tersebut pada suatu wilayah kota.

Para mahasiswa dan warga ini seakan ingin membuktikan suatu hipotesis dengan tiga variabel (sempak, kabel, kota) yang tadinya kurang berkaitan, yakni: Ada hubungan erat antara Sempak, Kabel dan Kota. Ternyata mereka membuktikan bahwa hipotesis itu mendekati benar, di mana hubungan ketiganya terjadi dengan baik dan “intim”.

Seperti diketahui bersama di antara problem yang sangat jarang diperhatikan oleh para pengelola kota adalah masalah memasang kabel. Coba saja kita perhatikan kabel-kabel yang ada di sekitar kita, baik itu kabel listrik, kabel telepon, dan sekarang kabel internet.

Kabel ini, baik yang dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara atau yang dimiliki oleh swasta, lebih banyak yang semrawut. Visualisasi kabel itu bukan hanya merusak keseluruhan pemandangan, tetapi juga sudah menghancurkan rasa estetis pada suatu ruang.

Kabel-kabel menjuntai sembarangan saling menumpuk, bahkan tidak sedikit yang ketinggiannya membahayakan. Contoh, di depan Kampus UIN Jakarta saja, kabel-kabel menjuntai itu bisa sampai ke pagar tanaman. Bahkan di titik lain hanya beberapa senti dari permukaan tanah.

Padahal, kabel-kabel itu pasti bukan hanya benda biasa. Ia mengandung nilai ekonomi yang tinggi ketika memasangnya. Namun meski ada nilai ekonomi yang tumbuh dan dihasilkan dari memasang dan atau meletakkan kabel tersebut, ternyata pada aspek pemeliharaan dan visualisasi di lapangan lebih banyak tidak diperhatikan.

Sebagai masyarakat dan juga pengguna jalan, tentu saja ini membuat kita tak nyaman. Karena penampilan dari kabel-kabel itu bukan banyak mengganggu pemandangan seperti yang sudah disinggung di atas, tetapi juga dalam beberapa hal membahayakan.

Maka dari itu yang dilakukan oleh mahasiswa para dan warga di Tangerang Selatan yang kemudian jadi viral itu sudah benar, sekaligus mencoba mengetuk kepedulian yang memiliki kekuasaan, bahwa jika kabel ini tidak ditata dan diperhatikan dengan baik, lebih baik ditambahkan saja fungsinya. Ke depan, kabel ini bukan hanya jemuran sempak, tapi juga jemuran baju usaha laundry yang butuh jemuran, atau menjemur makanan atau barang dagangan dan sebagainya.

Para pemilik kabel itu sepertinya tidak bertanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan ini. Padahal saya yakin, mereka sudah banyak menarik “cuan” dari masyarakat dengan kabel-kabel tersebut. Saya sendiri sudah lama menulis tentang betapa persoalan kabel ini harus diperhatikan dengan cermat. Karena penataan ini juga merupakan wajah dan kapasitas seorang pemimpin kota.

Jika kita membaca dan menggali makna sindiran atau demonstrasi satir yang dilakukan mahasiswa dan warga Tangerang Selatan ini, ada beberapa analisis yang bisa kita gunakan. Salah satunya, perspektif ekologis. Apa yang hadir secara visual itu bisa diberikan atau dimaknai bahwa lingkungan di mana objek itu hadir berkaitan dengan kualifikasi dan kualitas pengetahuan yang beredar dan tersebar pada setiap subyek yang hadir di lingkungan tersebut.

Dari perspektif ini kita bisa membaca dengan seksama bahwa persoalan sempak yang dijemur di kabel FO, atau kabel lainnya, merupakan pesan bahwa selama ini kita nyaris tidak pernah melakukan reposisi atas kabel kabel tersebut.

Pada aspek posisi dan visualisasi kabel selama saya ingat, sangat mungkin sebenarnya sudah mengganggu pandangan banyak orang, meski secara fungsional memang belum berubah. Bayangkan saja, sebuah bangunan cantik di pinggir jalan misalnya, yang didesain arsitek terkenal dengan bayaran mahal, juga karyanya memang pantas dilihat publik, ternyata kecantikannya harus tereduksi dan terdegradasi habis oleh kabel yang berseliweran di depannya.

Selain kabel-kabel, hal lain yang juga sangat “tidak indah” adalah kumpulan tiangnya. Di mana rata-rata antara empat sampai delapan bahkan 12 tiang berkumpul berjejer tidak karuan. Setiap kumpulan tiang itu kemudian “dihiasi” gulungan-gulungan kabel yang juga cukup banyak.

Sebagai contoh, di Tangerang Selatan misalnya sepanjang jalan dari Ciputat sampai Pasar Jumat terdapat ratusan titik tiang di kiri kanan serta ratusan gulungan yang disangkutkan di setiap tiang itu.

Maka wajar jika kemudian warga menyampaikan pesan bukan hanya yang dipakai jemur sempak saja yang dibenahi, tetapi sejatinya kabel di setiap kota di Indonesia harus dipikirkan untuk ditata ulang. Negara yang sudah sedemikian modern, dengan gebyar pembangunan dimana-mana: hutan ditembus, gunung dilubangi, danau diberi tiang untuk menyangga jalan tol, serta sejumlah kecanggihan yang memesona, semua bisa dilakukan.

Tapi mengapa untuk penataan kabel-kabel kita seperti kalah telak. Apakah tidak ada pakar cerdas yang bisa memberikan desain yang apik dan cantik supaya kabel-kabel itu bukan hanya tetap fungsional, tapi juga memiliki fungsi estetis yang tidak mereduksi keindahan dan kecantikan sebuah tata ruang di kota.

Catatan Dr. Tantan Hermansah
[Pengajar Sosiologi Perkotaan dan Ketua Prodi Magister KPI, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta]
Senin, 8 Agustus 2022
https://rm.id/baca-berita/nasional/135570/catatan-dr-tantan-hermansah-hubungan-antara-sempak-kabel-dan-kota

Tinggalkan Balasan