Memberdayakan Kota Manusia

Pemberdayaan adalah kata yang sangat menarik untuk dieksplorasi lebih jauh. Sebab  dalam kata pemberdayaan ada satu proses yang melibatkan banyak subjek sehingga dampaknya jauh lebih besar dari pada programnya.

Subyek subyek dalam pemberdayaan antara lain: masyarakat, pemberdaya masyarakat,  tokoh masyarakat setempat,  pemerintahan lokal,  serta pihak luar lainnya.  Setiap subjek memiliki peran dan fungsi masing-masing.  Jika semua berperan sesuai dengan porsi aksinya,  maka jahitan-jahitan gerakan dari mereka akan terasa lebih kena dan berkelanjutan.

Namun jika kita melihat dari keseluruhan subjek itu ada satu identitas yang sama sama melekat pada semuanya,  yakni manusia.  Manusia dalam konteks ini bukan hanya sekedar subyek tubuh yang bernyawa yang hidup di sekitar kita,  namun lebih kepada subyek sejarah,  yang memiliki nilai, budaya dan seperangkat keyakinan  yang kemudian mewarnai berbagai tindakannya.

Begitu juga kota dalam konteks ini bukan hanya sekedar ruang fisik yang membedakannya dari pada ruang yang bernama desa.  Kota dalam konteks budaya dan historis,  merupakan suatu akumulasi peradaban manusia yang di dalamnya ada tumpah ruah ilmu pengetahuan, visi, nilai nilai serta berbagai hal yang kemudian menjadikan kota sebagai ruang manusia.  Kota bisa disebut sebagai ruang tempat cinta disemai, ditumbuhkan, dirawat dan dipendarkan dalam setiap hati umat manusia.

Maka dalam konteks inilah memosisikan kota dan manusia dalam ruang yang lebih besar dari sekedar uang fisik,  menjadi sangat penting.  Ada beberapa argumen yang mendasari mengapa cara pandang kota harus berubah menjadi lebih holistik dan kompleks.

Pertama, kota sebagai ruang sejarah umat manusia yang sangat lama, tentu memiliki sistem yang kadang-kadang sistem itu sudah tidak lagi sesuai dengan kebutuhan manusia aktual.  Sejarah kota begitu dinamis. Kadang ada kota-kota yang  sejarahnya penuh dengan kegetiran;  namun ada juga kota yang tampil penuh cahaya dan mencerahkan peradaban.

Kedua,  kota sebagai ruang hunian manusia  tentu juga merupakan tempat di mana banyak harapan disemai.  Setiap keluarga yang hadir pada sebuah kota sangat berharap bahwa tempat tinggalnya akan menjadi tempat tinggal keluarga besarnya;  sehingga anak cucunya pun kelak bisa hidup bersama mereka.

Ketiga, kota juga sebagai ruang kontestasi di mana banyak orang menumpukan harapan sejahtera pada suatu kota. Layaknya sebuah medan,  maka wajar jika kemudian sifat kontestatifnya demikian menonjol pada kehidupan masyarakat kota.  Dan sebagaimana hukum kontestasi maka selalu ada pemenang dan juga pecundang.  Mereka yang kemudian memenangkan kontes tersebut tentu kemudian bisa menikmati kesejahteraan; sebaliknya mereka yang kalah kemudian harus berjuang agar bisa bertahan.

Keempat, kota sebagai ruang kebudayaan.  Di mana di kota kota banyak tempat orang orang belajar,  membangun kapasitas,  memperluas jaringan,  dan kemudian secara bersama sama membangun kebudayaan.  Ketika sebuah kota menjadi ruang kebudayaan maka otomatis gerak dari kota tersebut tidak akan pernah berhenti.  Karena sebagaimana inti dari kebudayaan itu sendiri,  ia akan selalu mencari dan menemukan hal baru yang lebih baik dari sebelumnya, yang kemudian akan ditawarkan kepada manusia aktual.

Maka dari sinilah kemudian kita memerlukan satu agenda besar dalam memberdayakan kota berbasis manusia. Keempat dimensi di atas: kota sebagai ruang sejarah, kota sebagai ruang hunian, kota sebagai ruang kontestasi dan kota sebagai ruang kebudayaan, memerlukan dorongan yang kuat agar semuanya bisa memberikan manfaat yang optimal dalam meningkatkan aspek-aspek kemanusiaan dalam kehidupan.

Maka dari itu perlu ada upaya bersama pada suatu ruang yang bernama kota untuk memastikan bahwa manusia dalam kota tersebut terjamin aspek-aspek kemanusiaannya.

Pertama, dimensi pengetahuan. Pada dimensi ini maka segala sesuatu yang terjadi di kota harus didasarkan kepada logika dan argumentasi berbasis riset & penerapan ilmu pengetahuan yang multidimensi serta holistik. Maka dampaknya kota tidak bisa lagi dikelola dengan cara pandang yang parsial dan partikular. Misalnya tata kelola tidak lagi hanya bicara tentang aspek fisik tapi juga aspek aspek non-fisik bahkan aspek spiritual.

Kedua, penghargaan atas inisiatif perubahan. Peradaban manusia pada suatu kota akan semakin kokoh ketika sikap sikap yang sifatnya menghargai dikedepankan. Termasuk di dalamnya adalah memberikan respek yang tinggi serta apresiasi yang mendalam bagi para inisiator-inisiator peradaban kota entah itu dari kalangan akademisi,  pengusaha,  kalangan birokrat maupun masyarakat. Mereka ini harus dijadikan  tonggak-tonggak  keteladanan positif sehingga bisa memberikan aura positif juga dalam kehidupan masyarakat.

Ketiga, memastikan distribusi kesejahteraan secara adil.  Suatu kota tanpa distribusi kesejahteraan yang adil  hanya akan menghasilkan realitas yang di dalamnya menabur potensi-potensi konflik dan perpecahan.  Makna distribusi keadilan tidak selalu dalam bentuk penyamaan hasil atau output, tapi justru pada aspek memberikan kesamaan akses bagi semua orang yang hidup dan tinggal dalam kota tersebut.

Keempat, keberlanjutan lingkungan. Lingkungan adalah ruang di mana peradaban itu bisa disemai dan kemudian dirawat untuk dibesarkan, sehingga mampu menangani manusia yang hidup di dalamnya. Maka dari itu lingkungan tempat masyarakat menabung kehidupan harus memiliki kualitas-kualitas yang dibutuhkan seperti perbandingan antara ruang terbuka hijau dengan jumlah masyarakat harus cukup ideal;  begitu juga aspek aspek lain seperti sarana pengolahan limbah,  tata kelola sampah, tempat jalan kaki, drainase serta ruang publik lain benar-benar harus didorong agar mendekati paling ideal, sehingga masyarakat yang hidup di dalamnya akan mendapatkan kenyamanan ekologis.

Kelima, tata kelola aturan yang partisipatif. Setiap masyarakat membutuhkan sistem yang baku dan kokoh. Sistem seperti ini akan memberikan kepastian kepada siapapun yang hidup di dalam suatu wilayah yang disebut kota, mendapatkan kenyamanan sosial dan psikikologis. Kenyamanan sosial dan psikologis ini kemudian akan memberikan kontribusi besar pada terciptanya kebahagiaan masyarakat. Di sinilah pentingnya melibatkan masyarakat secara luas dalam membangun sistem yang kokoh tersebut. [ ]

Telah terbit: https://rm.id/baca-berita/nasional/106593/memberdayakan-kota-manusia Dr. Tantan Hermansah, pengampu MK Sosiologi Perkotaan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Anggota Komisi Infokom MUI Pusat

Tinggalkan Balasan