Kabel-Kabel Kota

Kota adalah ekspresi keadaban orang-orang yang tinggal di dalamnya. Sehingga apapun yang tampil dan hadir dalam ruang yang bernama kota itu merupakan representasi dari mereka yang hidup dan tumbuh di dalamnya.

Namun untuk menjadi sebuah kota yang berkeadaban, ada banyak pihak yang memberikan pengaruh kepada visualisasi kota tersebut. Sehingga dia menjadi cantik pantas dan enak dipandang; atau mereka tidak pantas bahkan untuk diceritakan.

Para pihak ini merupakan pemangku kebijakan warga kota itu sendiri. Mereka terdiri dari dua kelompok atau entitas yang kemudian memberikan pengaruh besar kepada strukturasi kota. Mereka adalah pemerintah yang berperan sebagai regulator atau pemilik kewenangan tata kelola di seluruh ruang kota; serta para pebisnis yang melayani kepentingan dan kebutuhan pemerintahan dan masyarakat.

Kota juga dikenal sebagai pusat bisnis yang bernilai sangat besar. Bisnis di kota bisa digali dalam beragam bentuk dan basis. Misalnya bisnis jasa, fisik material, kecakapan, kreativitas sampai kepada hal-hal yang tidak kasat mata seperti desain, pemrograman dan manajemen serta perencanaan pembangunan.

Kota yang cantik, indah dan nyaman yang bisa untuk dijadikan referensi hidup serta memajukan keberadaban manusia itu sendiri, adalah kota yang bukan hanya indah dari sisi visualisasi, tetapi juga dari sisi perencanaan dan manajemen yang terstruktur terintegrasi dalam berbagai aspeknya. Kesatuan antara fungsi dan estetika sangat penting diperhatikan.

Sebaliknya, ada kota-kota yang kemudian tidak enak dipandang karena memang tidak didesain dengan apik, tidak memperhatikan nilai-nilai estetika dan fungsi sosial, kognisi dan kebudayaannya.

Kota-kota seperti ini mencerminkan bagaimana para pengelola dan para pemangku kepentingan di dalamnya tidak peduli terhadap keindahan visualisasi ruang, bahkan mungkin juga tidak peduli pada hasil perencanaan pembangunan yang dibuatnya.

Satu di antara sekian banyak yang memberikan pengaruh kepada indahnya sebuah kota adalah pengelolaan beragam jaringan. Jalan tempat orang-orang hilir mudik, drainase tempat manajemen aliran air, serta jaringan kabel-kabel yang di dalamnya mengalirkan internet, listrik dan sebagainya, pun memberikan pengaruh kepada keindahan dan kenyamanan kota.

Sudah lama kita sering melihat bagaimana para pelaku bisnis yang melakukan aktivitas bisnis di perkotaan, kemudian sangat tidak peduli dengan persoalan visualisasi kota.

Bisa jadi, hal ini terjadi karena mungkin saja pemerintahnya juga tidak memperhatikan bahwa dari hal-hal yang kecil (atau besar?) itu kita bisa menangkap makna, bagaimana tingkat kepedulian atau keacuhan para pengelola kebijakan terhadap kebijakannya sendiri.

Satu di antaranya persoalan visual dan signifikan yang bisa kita sebut adalah pengelolaan jaringan berbasis kabel: listrik, telepon dan kabel listrik. Banyak sekali kabel ini melintang bertumpuk dan sangat tidak elok dipandang mata.

Kita melihat kabel-kabel itu bukan hanya mengganggu pemandangan mata, tapi juga seperti memberikan makna kepada kita, betapa semrawutnya model tata laksana dan tata kelola perkabelan ini di kawasan perkotaan. Bahkan ada yang terlihat hanya disangga kayu yang tidak tahan cuaca, karena kabel-kabel itu mengganggu rumah, ruko, pintu gerbang perumahan, kantor-kantor dan sebagainya.

Jika kita melihatnya lebih dalam, masalah perkabelan ini mencerminkan juga ada ego antar instansi atau lembaga yang mengatur dan berhubungan dengannya.

Contoh, di pinggir rumah tempat saya tinggal, ada empat tiang (plus satu tiang untuk papan nama jalan) yang dipergunakan untuk menyangkutkan kabel-kabel tersebut. Padahal kalaupun keempat kabel dan papan nama dipasangkan pada satu tiang saja, pun sangat cukup dan justru lebih teratur.

Begitu pun di tempat lain sepanjang jalan yang saya lewati dari Ciputat sampai Bogor, banyak sekali kabel yang menumpuk di berbagai titik tiang tersebut, dengan visualisasi yang tidak indah, bahkan cukup mengganggu pemandangan sepanjang jalan.

Hal lain yang juga cukup mengganggu adalah pelaku yang yang memasang kabel seenaknya itu, ketika usahanya tidak jalan di tempat itu, mereka juga tidak ada tanggung jawabnya sama sekali untuk kembali mencabut tiang-tiang itu atau kembali menggulung kabel-kabel yang mereka pasang itu.

Kabel-kabel tanpa tuan ini seperti ronin, tapi mengganggu pemandangan. Keadaan semakin tambah semerawut ketika datang pemain baru untuk memasang kabel baru dengan tiang yang baru. Padahal tiang dan kabel lama yang sama atau mirip masih ada dan menganggur.

Maka pertanyaannya, mengapa keadaan ini bisa terjadi? Mengapa pemerintah sebagai pemilik wilayah begitu tidak peduli kepada penataan kabel-kabel ini? Mengapa seperti ada pembiaran?

Padahal sebagai pemilik wilayah yang mengatur dan memiliki kewajiban untuk mengelola banyak hal termasuk melakukan penataan kabel ini, pemangku kepentingan ini bisa mencari solusinya. Misalnya, apakah kabel itu ditanam di bawah jalan; atau didesain sedemikian rupa yang jauh lebih pantas dilihat dan tidak mengganggu estetika lingkungan.

Para perencana pembangunan kota harus benar-benar meletakkan isu ini secara serius. Kita tidak bisa lagi meletakkan isu ini sebagai business as usual.

Memang, penataan ini akan memerlukan effort yang besar, tetapi jika hal ini dilakukan, maka dampaknya nanti akan cukup besar bagi keindahan suatu kota, agar kota itu memang layak dan pantas menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya peradaban manusia.

Tantan Hermansah, Doktor Sosiologi dari Universitas Indonesia (UI), Pengampu MK Sosiologi Perkotaan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Anggota Komisi Infokom MUI Pusat

Sabtu, 20 November 2021, selengkapnya:

https://rm.id/baca-berita/nasional/100643/kabelkabel-kota

Tinggalkan Balasan