Puasa dan Terjaganya Ilmu Pengetahuan

Salah satu kewajiban yang harus ditunaikan umat muslim adalah melaksanakan ibadah puasa. Ibadah puasa sendiri sebenarnya bukan hanya diwajibkan kepada kaum muslimin yang menjadi umat Nabi Muhammad SAW saat ini saja. Al-Quran dengan tegas sudah menyatakan bahwa diwajibkannya puasa kepada umat Nabi Muhammad itu seperti juga pernah diwajibkan kepada umat-umat sebelumnya (QS. Albaqarah 183) Wahai orang-orang yang beriman! diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”  

Agar bisa menunaikan puasa dengan baik, tentu ada banyak hal yang harus ditunaikan. Satu diantara yang sangat penting agar pelaksanaan kewajiban tuntas adalah ilmu pengetahuan untuk memahami persoalan yang terkait dengan ibadah puasa ini. Hal ini dikarenakan posisi puasa dalam pandangan Allah yang sangat tinggi. Sebagaimana Hadits dari Abu Hurairah: Rasulullah SAW., bersabda: “Allah ‘Azzawajalla berfirman -dalam hadits qudsi: “Semua amal perbuatan anak Adam-yakni manusia- itu adalah untuknya, melainkan berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan balasan dengannya”.

Karena dimensi ketuhanannya demikian kuat, maka puasa bukan hanya sekedar ibadah spiritual, tetapi juga merupakan refleksi sosial yang dampaknya sangat besar pada kehidupan sosial antropologis umat manusia. 

Dampak terbesar dari kewajiban puasa adalah terpeliharanya beragam ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan puasa secara langsung, tapi juga pada sistem kehidupan masyarakat muslim secara umum. 

Artikel pendek ini akan mencoba menelaah ragam ilmu pengetahuan apa saja yang melekat pada kewajiban puasa, sehingga dengan dinamika puasa itu sendiri, maka secara tidak langsung umat Islam diajak untuk terus mempelajari mengamalkan dan memelihara ilmu pengetahuan tersebut. 

  1. Ilmu Falak atau Ilmu Astronomi

“Ilmu Falak” adalah ilmu Astronomi dalam Islam. Ilmu ini mempelajari gerakan benda-benda langit seperti bulan, matahari, dan bintang-bintang, serta memahami perhitungan waktu dan kalendernya. Dalam konteks Islam, ilmu falak cukup penting karena berhubungan dengan  waktu-waktu ibadah seperti shalat, puasa, dan hari raya. Ilmu ini paling sering terdengar ketika dimanfaatkan penentuan awal bulan Ramadhan dan Idul Fitri. 

Dalam realitasnya, memang tidak banyak orang yang mau mempelajari Ilmu Falak ini. Bahkan di pesantren-pesantren tradisional dan modern sekalipun, Ilmu bukan ilmu yang masuk  pada kategori major.  Ia hanya ilmu tambahan yang bisa menjadi pilihan dari santri.

Namun dengan adanya bulan Ramadhan, maka paling tidak ilmu ini pasti tidak akan hilang dari percaturan atau diskursus kaum muslimin.  Sebab sekalipun sudah ditemukan beragam teknologi canggih untuk menentukan sistem kalender dan pengamatan terhadap fenomena bulan yang dipergunakan sebagai basis untuk menentukan tanggal 1 Ramadan atau satu Syawal, misalnya, ilmu ini akan dipergunakan untuk menentukannya. Sebab alat-alat yang canggih tersebut hanya berfungsi sebagai pembantu untuk memudahkan para ahli dan mengambil kebijakan serta keputusan untuk menentukan penanggalan tersebut. 

Implikasi lain dari pentingnya mempelajari ilmu astronomi atau ilmu Falak ini adalah diperdalam juga ilmu yang berkaitan dengan sistem ilmu astronomi seperti ilmu  Matematika dan sebagainya. 

Sebagai informasi tambahan, di kalangan ilmuwan muslim sendiri mereka yang mendalami ilmu matematika dan perbintangan sebetulnya cukup menonjol. Al-Khwarizmi adalah salah satunya. Dia merupakan seorang matematikawan, astronom, dan ahli geografi yang juga dikenal sebagai “bapak aljabar” yang kemudian menjadi salah satu cabang utama matematika. 

  • Ilmu Zakat

Meskipun Zakat itu sejatinya dilaksanakan tidak hanya di bulan Ramadhan, namun masyarakat muslim pada umumnya lebih mengetahui akan istilah Sakat itu melekat pada salah satu kewajiban yang harus ditunaikan pada bulan Ramadhan ini. Zakat Fitrah, atau Zakatul Fitri,  adalah kewajiban yang melekat pada kaum muslimin dan hanya dilaksanakan ketika bulan Ramadhan tiba. Maka dengan adanya peristiwa bulan Ramadhan kaum muslimin akan minimal mengetahui satu istilah yang sesungguhnya dibaliknya itu terdapat sistem ilmu pengetahuan yang luas dan mendalam untuk melandasi kegiatannya. 

Zakat adalah kegiatan yang berkaitan dengan sistem ilmu pengetahuan yang cukup kompleks. Contoh diskursus mengenai berapa besaran yang real ketika seorang muslim mau menunaikan Zakat itu sangat dinamis. Hal ini dikarenakan aktivitas ini berkaitan dengan banyak variabel yang melekat kepada Zakat itu sendiri. Misalnya ketika pengukuran Zakatul FItri Satu (1) Sha itu diqiyaskan kepada besar atau bahan pokok lainnya,  maka terjadi perdebatan ukuran riil mengenai satu soal itu sendiri. Belum lagi kalau dikonversi menjadi uang tunai. 

Maka dengan adanya update terhadap diskursus Zakat ini, dengan sendirinya para pihak akan terus menggali dan menjaga ilmu pengetahuan ini agar tetap bisa memberikan pencerahan kepada Ummat. 

Selain itu karena semangat untuk berbuat baik pada bulan Ramadhan itu lebih tinggi dibanding bulan-bulan sebelumnya, biasanya kaum muslimin juga menunaikan kewajiban Zakat Mal (Zakat Harta), dan lain sebagainya. Maka semua kewajiban-kewajiban yang menuntut perhitungan-perhitungan dengan cermat itu, akhirnya kemudian membuat kaum muslimin mau tidak mau memelihara ilmu yang berkaitan dengan Zakat dan ragam variannya tersebut.  

Hal ini dikarenakan ketepatan perhitungan dari sistem Zakat akan menentukan valid atau sah dan tidaknya kewajiban itu ketika sudah ditunaikan. Belum lagi berkaitan dengan sistem alokasi penerima dan Zakat, institusi pengelola dan waktu untuk menentukan kapan pembagian dari Zakat Fitrah dan Zakat lainnya itu, memerlukan ilmu khusus agar tidak menyalahi aturan yang sudah ditetapkan secara syar’i.  Asas kehati-hatian dalam ibadah ini akhirnya berimplikasi kepada keterjagaan ilmu pengetahuan yang melandasinya.

Tinggalkan Balasan