Merawat Citayam Fashion Week

Citayam Fashion Week (CFW) telah membius banyak orang. Karena popularitasnya, publik kemudian ikut-ikutan sekadar mejeng dan menikmati suasananya. Bahkan belakangan, ada juga beberapa pihak yang merasa ingin memiliki dan kemudian mau mengusahakan agar fenomena tersebut bisa lebih menghasilkan “cuan” lebih banyak dengan melakukan upaya “formalisasi”.

Artikel singkat ini ingin mendiskusikan fenomena CFW dari sudut pandang keberlanjutan komunitas. Pertanyaannya, “apakah fenomena Citayam Fashion Week (CFW) itu bisa berkelanjutan?”

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, sebaiknya kita menggali fenomena serupa di tempat lain yang mirip serta hadir lebih duluan. Di mana dari sana kita bisa mengambil pelajaran serta sedikit mengabstraksikannya. Salah satunya kita bisa mengambil fenomena fashion street, pada satu wilayah di Pulau Jawa bagian timur.

Di sana kesenian jalanan berbasis fesyen sudah berlangsung cukup lama. Sehingga kegiatannya bukan lagi “kagetan”, tetapi sudah terstruktur menjadi kegiatan budaya dan bahkan melekat pada kultur kreatif masyarakat setempat. Sehingga ketika ada kebutuhan untuk dipertontonkan mereka bisa dengan sangat cepat meresponsnya dan membuat penampilan dengan baik dan profesional.

Apa yang paling menonjol dari fenomena street fashion di Pulau Jawa bagian timur itu adalah: Pertama, mereka melakukan kegiatan itu secara terencana. Dalam bahasa manajemen ini sering disebut sebagai planning atau perencanaan. Para tokoh awal ketika melakukan kegiatan ini, mereka sudah membuat perencanaan panjang dengan baik. Bahkan mereka membuat sistem dan manajemen yang bisa melayani kebutuhan tersebut. Sehingga dengan perencanaan yang panjang itu mereka bisa melakukan evaluasi setiap tahapannya jika terdapat bolong atau kekurangan. Agar jika ada momen berikutnya, mereka bisa memperbaikinya supaya tidak terjadi kesalahan serupa.

Kedua, pada tahap berikutnya mereka kemudian melakukan penataan proses manajemen acara atau kegiatan tersebut kemudian dibuat struktur dan sistemnya. Jika ini dilakukan maka fenomena sosial tersebut bisa terorganisasi dengan baik, yang kemudian memudahkan orang melakukan pendalaman dan pemaknaan atas berbagai ide baru dalam fenomena tersebut, maupun sebagai respons pada isu baru, seperti diskusi tentang HAKI (Hak atas Kekayaan Intelektual) yang “heboh” beberapa waktu lalu.

Jadi fenomena street fashion ini sebenarnya tidak hanya terjadi atau berada di SCBD Dukuh Atas saja. Trajektori peristiwa ini dalam khazanah budaya bangsa Indonesia sudah lama, sehingga jika mau memastikan keberlanjutannya, setidaknya kita bisa belajar pada yang sudah ada.

Dari data yang ada tersebut terlihat sekali bahwa fenomena seperti di SCBD Dukuh atas bisa berkelanjutan, jika para pihak yang berkepentingan di dalamnya tidak hanya melihat ada cuan semata di dalamnya. Akan tetapi justru yang dilihat adalah upaya-upaya strategis dan sistematis, seperti membangun perencanaan dan pengorganisasian peristiwa tersebut.

Proses dan prakteknya nanti penting dipikirkan bersama jika CFW dirasa penting terus dipelihara dan keberlanjutannya terus dijaga. Maka terdapat beberapa catatan yang harus dilakukan oleh siapa pun yang berhubungan atau berkepentingan dengan fenomena tersebut.

Pertama, para aktivis dari CFW harus membuat perencanaan yang baik. Jika mereka tidak memiliki atau belum memiliki kapasitas untuk itu, sebaiknya ada pihak lain yang memberikan ilmu untuk peningkatan kapasitas kepada mereka. Misalnya mengadakan diskusi atau malah pelatihan berseri yang sistematis. Sehingga para tokoh-tokoh CFW menyadari bahwa dengan membuat perencanaan yang kokoh, mereka akan memiliki masa depan.

Karena dalam struktur perencanaan, sudah jamak ada beragam kegiatan yang sifatnya jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang. Dari situ kemudian bisa ditarik benang merah kegiatan setiap momentum. Sehingga deretan kegiatan itu bisa dievaluasi setiap diperlukan jika saja ada hal-hal yang sudah ditargetkan, namun ternyata meleset.

Setelah perencanaan dibuat, tahap berikutnya adalah pengorganisasian, yang bermakna banyak. Salah satunya tentu memperkuat ikatan-ikatan di antara anggota CFW yang tadinya hanya merupakan sekumpulan orang menjadi sekelompok orang yang membangun kesadaran bersama dalam suatu komunitas. Komunitas CFW inilah yang kemudian akan melakukan pengorganisasian fenomena sosial itu agar memiliki sistem.

Komunitas ini juga yang akan membangun dan mengembangkan CWF menjadi satu produk kreatif yang tidak sesaat, tetapi berkelanjutan. Dengan proses partisipatif, anggota komunitas akan memiliki irisan kepentingan pada produk kreatif mereka. Komunitas-komunitas ini juga harus mengembangkan kesadaran bahwa fenomena sosial yang sangat dinamis dan memiliki berbagai konsekuensi sosial, psikologis, ekonomi dan sebagainya. Maka dalam prosesnya kemampuan komunikasi, kolaborasi, harus diperkuat dan menjadi jembatan bagi kepentingan berbagai pihak.

Pentingnya Merawat Fenomena Kreatif

Selain persoalan keorganisasian yang partisipatif, hal yang jangan dilewatkan adalah merawat ilmu pengetahuan yang ada dan tumbuh di SCBD ini. Sebab setiap pelaku dalam komunitas ini adalah aktor, sekaligus pelaku ilmu pengetahuan. Dengan proses penguatan yang sifatnya ilmu pengetahuan, apa mereka miliki bukan hanya bisa dinikmati banyak orang yang datang ke situ, tetapi juga bisa dikembangkan agar bisa dipelajari dalam skala yang lebih besar dan luas. Bahkan mungkin juga oleh industri.

Namun di atas semua itu, jika ilmu pengetahuan ini dirawat, kelak bisa dipelajari oleh anak didik di masa mendatang. Karena kita tidak pernah tahu, bisa jadi ada banyak orang tangguh di industri kreatif yang dilahirkan dari model fenomena yang terjadi di SCBD di atas.

Sebagai perbandingan lain adalah realitas industri kreatif yang berkembang di Bandung. Realitas ini bisa bertahan sampai sekarang karena fenomena ini melekat kepada beberapa hal yang disebutkan di atas: komunitas berilmu pengetahuan yang menjaga semangat kreatif anak mudanya. Sehingga tiap generasi, saling menyambungkan semangat kreativitas tersebut.

Dengan proses transformasi itu, lalu berdampak kepada tumbuhnya generasi-generasi baru melanjutkan generasi terdahulu yang sudah keburu mapan. Apalagi dengan adanya ilmu pengetahuan, juga lalu mengembangkannya dalam ranah akademis yang produktif dan kritis. Sehingga apa yang ditemukan, dirasakan dan dibangun mereka itu kemudian ditransmisikan sedemikian rupa kepada generasi sesudahnya –walau selalu diberi catatan kritis.

Catatan Tantan Hermansah
(Pengajar Sosiologi Perkotaan dan Ketua Prodi Magister KPI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Senin, 1 Agustus 2022
https://rm.id/baca-berita/nasional/134709/catatan-tantan-hermansah-merawat-citayam-fashion-week

Tinggalkan Balasan