Demam (Ber)Sepeda

Masa pandemi yang tengah dirasakan masyarakat di Indonesia telah menghasilkan beberapa dampak sosial. Era New Normal atau kenormalan baru menghasilkan sesuatu yang kadang-kadang terkesan unik. Salah satunya adalah bersepeda. Mungkin frasa yang cukup bisa mewakili realitas itu adalah “demam”, yang jika dikaitkan dengan apa yang sedang terjadi bisa dibilang sebagai “demam sepeda”.

Demam, sebagaimana epistemologinya, merupakan fenomena menghangatnya suatu media pada satu masa tertentu. Tentu saja, karena demam sepeda ini bisa dikatakan positif, maka kita berharap pasca demam ini hilang, terjadilah kebiasaan. Dari kebiasaan ini kita sebenarnya sedang menabung tonggak budaya. Sedangkan jika mengacu kepada indikator sosial-medis, bersepeda jelas menyehatkan. Apapun motif awal membeli dan menggunakannya. Apalagi jika digunakan secara teratur, tersistem, dan berkelanjutan.

Secara ekologis pun sama-sama positif. Karena jika semakin banyak orang bersepeda bahkan termasuk jika berangkat kerja, maka akan terjadi penurunan emisi karbon dioksida, berkurangnya kemacetan, dan berkontribusi kepada meningkatnya kualitas udara.

Sebenarnya fenomena demam sepeda bisa dibaca dari perspektif lainnya. Dari sudut pandang Sosiologi Ekonomi, misalnya, fenomena ini merupakan ekspresi bagaimana kelas-kelas sosial itu mengukuhkan diri dalam kehidupan sehari-hari. Setiap kelas sosial mengekspresikan dirinya dalam suatu ruang identitas budaya. Di dalam ruang budaya itu, masing-masing mencoba saling berebut wacana, yang pintu masuknya adalah melakukan aksi yang sama dengan massa kebanyakan.

Perebutan wacana dalam sistem keseharian ini bisa dinotasikan dalam beragam bentuk. Kita bisa mengumpulkan datanya dari hal-hal sederhana: Jenis sepeda yang dipergunakan, kawan bersepeda,  tempat nongkrongnya, jenis aksesoris seperti helm, busana, sepatu dan sebagainya.

Kemudian secara makro, tentu saja kehendak untuk bersepeda akan menggerakkan sumbu ekonomi yang sekian lama agak tersendat. Jual beli sepeda, perbaikan dan perbengkelan, sampai kepada aksesoris sepeda, café sepeda, dan komunitasnya. Banyak pihak menikmati berkah ekonomi dan sosialnya.

Hal lain lagi yang juga tidak kalah penting, karena sifat komunitarianisme bersepeda itu kuat, keadaan ini cukup baik menaikkan imunitas para pelakunya. Kita tahu bahwa kenyamanan sosial adalah salah satu buster imun manusia. Sebaliknya, informasi-informasi yang menakutkan (seperti update informasi positif covid19) yang  akan mendegradasi imun. 

 Merawat untuk Membudayakan

Namun sebagaimana realitasnya, demam harus disembuhkan. Karena ini positif, di luar segala riuh-rendah demam sepeda, dalam konteks merejuvenasi kota, fenomena ini sejatinya ditangkap oleh pemerintah untuk melakukan penataan ulang beberapa hal. Misalnya sistem transportasi, sistem insentif bagi pengguna sepeda, dan sebagainya. Sebab kita harus bersyukur bahwa fenomena ini lebih banyak memiliki dampak positif bagi kehidupan.

Beberapa langkah strategis yang sejatinya disambut pemerintah antara lain: Pertama, apresiasi. Dalam hal ini pemerintah perlu memperkuat peran komunitas untuk membudayakan bersepeda. Sehingga fenomena ini bukan keramaian sesaat. Bahkan, jika perlu memberikan subsidi atau insentif kepada komunitas ini, seperti halnya bantuan untuk ormas; Kedua, fasilitasi. keperluan komunitas ini dalam membangun dan mengekstaksi kebiasaan (baru) ini. Fasilitasi ini dalam berbagai bentuk mulai dari strategi dan kebijakan, serta pembangunan sarana dan infrastruktur pendukung budaya ini agar mendapatkan keamanan dan kenyamanan—terlebih di era pandemi seperti sekarang ini.  Ketiga, insentif dalam berbagai bentuk kepada mereka yang konsisten menggunakan moda transportasi ini. Insentif bisa dalam bentuk hal-hal yang tidak langsung seperti pemotongan pajak, pemilihan sekolah anak, diskon pembuatan SIM, dan sebagainya. Hal ini dilakukan karena kita semua, tidak hanya pesepeda, merasakan dampak positif dari aktivitas bersepeda; Keempat, reformatif.  Berdasarkan kecenderungan yang ada meski masih terlihat instan tersebut, pemerintah mulai mengubah arah atau mereformasi dan sistem transportasi menjadi moda yang mengarah kepada agenda-agenda ramah lingkungan. Konsekwensinya adalah penguatan pada sistem ini harus jelas dan nyata. Termasuk membangun industri yang mendukung budaya baru (neo culture) ini.

Telah terbit:

https://akurat.co/news/id-1162028-read-memaknai-demam-sepeda-di-musim-pandemi

Tinggalkan Balasan