Akhirnya selesai sudah prosesi yang sangat menentukan dalam tata kelola negeri ini. Setelah Presiden dan Wakil Presiden dilantik, tiga hari berikutnya kita sudah mendapatkan sosok pasti yang akan mengelola lebih detil Negara ini. Bahkan, pernyataan Presiden Jokowi mengenai tidak ada visi dan misi menteri meneguhkan bahwa system pengelolaan Negara ini berada dalam satu komando yang tegas dan jelas.
Lalu, bagaimana masa depan kota pada periode ke-2 Kabinet Indonesia Maju ini? Kita bisa mencermatinya pada beberapa aspek, antara lain subyek menterinya. Meski portofolio menteri dan kementerian itu tidak pernah memisahkan secara polarisatif antara perdesaan dan perkotaan, tetapi kita bisa membaca dari profil tokoh yang menahkodainya, serta ruang lingkup kerja lembaganya.
Jika dari aspek subyek, kota di masa mendatang akan diharubirui oleh kiprah beberapa tokoh berikut: Nadiem Makarim (NM), Erick Thohir (ET), Wishnutama (WT), Johnny G. Plate (JG), dan Bahlil Lahadalia (BL) adalah tokoh-tokoh yang muda yang dekat dengan kebudayaan kota. NM adalah tipikal kaum muda perkotaan yang ke depan bisa memproduksi sumberdaya manusia kota agar siap hidup dan membangun kota masa depan; Sementara ET mengelola alat produksi yang nanti akan dimasuki oleh kaum muda kota (dan desa). Tentu saja, alat produksi yang dalam manajemen ET harus berkontribusi besar pada tata produksi Negara, yang sebagian besar output produksinya ada di kota; Lalu WT diprediksi bisa mengembangkan, memperkuat, dan merawat ragam destinasi wisata yang saat ini menjadi salah satu gaya hidup orang kota; Sementara BL sangat erat kaitannya menyediakan ragam sumberdaya modal yang dibutuhkan oleh kota. Kolaborasi antara kelimanya terlihat sangat cocok dan saling mengisi. Kelimanya juga bisa dikatakan sebagai subyek atau klaster utama yang akan mendinamisasi kota.
Selain klastes utama yang bertumpu pada kelima sosok di atas, klaster kedua patut mendapatkan perhatian kita. Mereka adalah Luhut Binsar Panjaitan (LB) di bidang investasi; Lalu Airlangga Hartarto (AH) untuk ekonomi, Ida Fauziah (IF) di bidang tenaga kerja; Basuki Hadimuljono (BH) di PUPERA, Budi Karya (BK) di perhubungan, dan Jhony G. Palte (JG) di Kominfo.
Keenamnya berinteraksi secara bersama-sama dalam membangun kota melalui pola berikut: LB yang menglola ragam investasi sebagai pilihan kaum kota agar tidak hanya menjadi pekerja; Lalu IF akan menata potensi pekerja yang tersedia untuk mendukung agenda-agendai investasi maupun usaha, terutama usaha berbasis digital yang dikelola JG. Sedangkan BK dan BH fokus menyediakan infrastruktur kebutuhan orang kota, fisik dan sarana transportasi. Semua dinamika tersebut bisa jelas memberikan kontribusi pada ekonomi Negara di bawah pengelolaan AH.
Jadi bisa dikatakan bahwa Presiden Jokowi telah memilih tim dengan chemistry yang solid, saling mengisi, dan memiliki daya rekat antar instansi. Sehingga soliditas ini bisa mempercepat peningkatan kualitas pembangunan kota. Jika proses komunikasi dan interaksi antar instansi di atas terbangun secara partisipatif, aktif, progressif, maka agenda-agenda “pemanusiaan” kota bisa mendapatkan energy baru, terutama menyambut era revolusi industry 4.0.
Sebagaimana kita ketahui, revolusi industri 4.0 saat ini bukan tawaran, tetapi kenyataan yang harus direspon oleh berbagai pihak secara aktif. 10 kementerian dan 1 badan tersebut di atas, sejatinya bisa menerjemahkan kota Indonesia ke depan itu seperti apa, mulai dari lanskap, sistem, dan manusianya. Apalagi tidak lama lagi, menurut beberapa prediksi, di masa-masa mendatang, 70% penduduk dunia tinggal di kawasan kota. Jika proses koordinasi ini bisa dilakukan dengan cepat, akurat, dan tepat, maka Kabinet Indonesia Maju pasti akan menjadi peletak tata kelola kota progresif di Indonesia.
Oleh: Tantan Hermansah
(Pengajar Sosiologi Perkotaan, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)
(Ketua Program S2 KPI; Sekjen P2MI)